Rabu, 11 Oktober 2017

harimau sumatra


Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered)
Berdasarkan data tahun 2004, jumlah populasi harimau Sumatera di alam bebas hanya sekitar 400 ekor saja. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.

Harimau Sumatera menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan hidup: mereka kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam oleh perdagangan illegal dimana bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat dan dekorasi. Harimau Sumatera hanya dapat ditemukan di pulau Sumatera, Indonesia.
  
 © WWF-Indonesia/Saipul Siagian

Ciri-ciri Fisik
  • Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
  • Jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm dan berat hingga 140 kg. Harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.
  • Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.


Ancaman

Harimau Sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan. Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC – program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar – menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau. Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan bahwa paling sedikit 50 harimau Sumatera telah diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002. Penindakan tegas untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau harus segera dilakukan di Sumatera.

Populasi Harimau Sumatera yang hanya sekitar 400 ekor saat ini tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan seringkali dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.

Propinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatera. Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami penurunan hingga 70% dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau Sumatera di alam liar Propinsi Riau.

Upaya yang Dilakukan WWF
WWF Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, industri yang mengancam habitat harimau, organisasi konservasi lainnya serta masyarakat lokal untuk menyelamatkan Harimau Sumatera dari kepunahan. Pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia mendeklarasikan kawasan penting, Tesso Nilo, sebagai Taman Nasional untuk memastikan masa depan yang aman bagi keberadaan Harimau Sumatera. Tahun 2010, pada KTT Harimau di St. Petersburg, Indonesia dan 12 negara lainnya yang melindungi harimau berkomitmen dalam sebuah tujuan konservasi spesies ambisius dan visioner yang pernah dibuat: TX2 – untuk menambah kelipatan jumlah harimau sampai pada akhir tahun 2022, tahun Harimau selanjutnya.

Program Nasional Pemulihan Harimau Indonesia sekarang merupakan bagian dari tujuan global dan meliputi enam lansekap prioritas Harimau Sumatera ini: Ulumasen, Kampar-Kerumutan, Bukit Tigapuluh, Kerinci Seblat, Bukit Balai Rejang Selatan, dan Bukit Barisan Selatan.

WWF saat ini tengah melakukan terobosan penelitian tentang Harimau Sumatera di Sumatera Tengah, menggunakan perangkap kamera untuk memperkirakan jumlah populasi, habitat dan distribusi untuk mengidentifikasi koridor satwa liar yang membutuhkan perlindungan. WWF juga menurunkan tim patroli anti-perburuan dan unit yang bekerja untuk mengurangi konflik manusia-harimau di masyarakat lokal.

WWF Indonesia bangga menjadi bagian penting dari TX2.

sumber : http://www.wwf.or.id/program/spesies/harimau_sumatera/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar